Tahun 2015 adalah tahun keenam masa tugas dan pengabdian saya sebagai Dokter pelaksana dialisis di Unit Hemodialisa RS.Kasih Ibu Surakarta. Beberapa pasien masih dengan kebiasaan, senyuman, kenakalan dan celotehan yang sama seperti enam tahun lalu, beberapa ada yang kelihatan sudah sangat letih menjalaninya dan beberapa yang lain sudah tidak ada lagi di ruangan unit hemodialisa karena sudah bersama Sang Maha Pemberi Kehidupan.
Tahun pertama saat saya diberi amanah oleh Dokter penanggung jawab untuk bertugas di Unit Hemodialisa merupakan tahun yang penuh pergulatan antara rasa antusiasme yang begitu besar ketika mendapatkan pelatihan dokter dialisis di RS.Moewardi, dilema, suka, cita dan berakhir dengan kesadaran, keikhlasan dan rasa syukur tiada henti yang kemudian berujung menjadikan diri saya seperti yang sekarang ini dalam mendampingi para pasien gagal ginjal kronis di Unit Hemodialisa. Hampir mirip dengan fase yang dilalui oleh pasien ginjal kronis yang pertama kali di ‘perintahkan’ untuk menjalani hemodialisa oleh Dokter Konsulen. Sebagai Dokter baru di ruangan baru, rumah sakit baru dan daerah baru pastilah dihadapkan pada tantangan , iya benar, siapa lagi kalau bukan para perawat terutama perawat senior yang sudah melalui training khusus untuk bisa bekerja di Unit HD. Pertanyaan ‘tes-tes’ terselubung dan tugas-tugas tambahan kerap diberikan. Namun dengan kesungguhan, konsistensi ,adaptasi dan komunikasi yang tepat dalam kurun waktu tidak sampai sebulan saya dan para perawat sudah melebur menjadi satu tim yang kompak ,saling mengisi dan saling menghormati sampai saat ini.
3 Pilihan Yang Ada : Transplantasi, Dialisis dan CAPD
Dilema dalam perjalanan tugas saya mulai terasa ketika mengetahui bahwa tindakan cuci darah adalah suatu proses untuk mempertahankan kehidupan dan bukanlah untuk menyembuhkan. Padahal banyak pasien yang tidak memahaminya sehingga selalu bertanya‘Kapan saya akan sembuh ?’ atau ‘Berapa kali lagi saya harus cuci darah ?’. Dan pertanyaan demi pertanyaan ini akhirnya harus diselesaikan dengan edukasi panjang lebar kepada pasien dan keluarga dimeja nurse station dimulai dengan saya mengambil kertas HVS, menggambar organ ginjal sampai ke kandung kemih, sembari membuka hasil laboratorium fungsi ginjal terbaru, hasil USG ginjal dan bila ada hasil renogram pasien yang bersangkutan. Rata-rata dibutuhkan waktu 10-20 menit untuk menjelaskan hal ini mulai dari penyebab, gejala, komplikasi, serta terapi pengganti ginjal juga diet yang harus dijalani. Ada yang langsung mengerti, ada pula yang kelihatan bingung atau mungkin belum bisa menerima bahwa penyakit ginjal kronis tidak dapat disembuhkan dan pilihan yang ada untuk mengganti fungsi ginjal hanya tiga yaitu transplantasi ginjal, hemodialisa dengan bantuan mesin dan CAPD. Dilema ini tidak berlangsung lama karena kemudian saya mengambil sikap dan memposisikan diri sebagai Dokter sekaligus motivator ( walaupun bukan sekelas Mario Teguh, hehe) namun dalam tiap pemeriksaan saya ke ‘bed’ pasien selalu saya selipkan kata-kata penyemangat yang efeknya tidak hanya positif buat pasien namun juga buat saya pribadi.
Belajar kesabaran dari Sdr. H
Salah satu kisah di awal masa tugas saya adalah perjumpaan dengan seorang pasien Sdr.H usia 35 tahun yang hamper saja membuat saya kehilangan kesabaran. Bagaimana tidak ? Ketika sampai giliran saya untuk memeriksa Bapak yang satu ini, dia sama sekali tidak mempedulikan kehadiran dan pertanyaan saya. Mukanya dingin dan tidak bersahabat. Kondisinya cukup baik namun dengan kedua kaki bengkak. Tidak seperti pasien-pasien yang lain yang selalu antusias bila saya melakukan bed-side examination dan menanyakan keluhan mereka. Ketika saya tanyakan apa yang menjadi keluhannya dan yang membuatnya tidak nyaman ? Diamenjawab ‘Buat apa saya cuci darah, Dok ?’ dengan nada garang dan meremehkan ( entah meremehkan saya atau meremhkan kehidupan, saya juga tidak bisa memastikan ). Dan tebak apa yang saya katakan . Bukannya membujuk dan berempati saya ikutan cuek dan menjawab dengan pura-pura tidak antusias ‘Apakah Bapak sangat ingin tahu jawabannya ?’ dengan ekspresi datar. Dia memelototi saya namun dengan raut muka dan rasa keingintahuan seperti yang saya harapkan. Aha! akhirnya saya berhasil menaklukannya dengan memberikan penjelasan secara bertahap untuk tetap menjaga optimismenya dalam menjalani kehidupan.Namun setelah hampir enam bulan menjalani cuci darah dengan aman dan terkendali , sepulang saya mengikuti PIT PERNEFRI di Surabaya tahun 2009 saya dikejutkan dengan kabar bahwa Sdr. H masuk ICU dengan kondisi kritis karena Stroke hemoragik atau stroke yang disebabkan oleh perdarahan dan kondisinya kian memburuk hingga berpulang. Selang sebulan saya membuka akun facebook saya dan melihat nama pasien tersebut meng’invite’ saya, padahal sudah sebulan meninggal bukan ? ( hmm.. )
Inspirasi dari An.M
Kenangan tak terlupakan selanjutnya adalah perjumpaan dengan seorang bocah laki-laki An.M, siswa salah satu Sekolah Dasar di Sragen yang rutin menjalani cuci darah di Solo didampingi ibunya dengan bekal wajib KFC dan obat semprotan anestesi lokal Chlorethyl. KFC adalah perwujudan dukungan seorang Ibu yang memenuhi janjinya agar si anak mau cuci darah dan Chlorethyl adalah obat anestesi lokal yang juga wajib ada untuk meminimalkan rasa sakitnya saat para perawat hendak mengakses AV shuntnya. Anak ini pulalah yang memberikan inspirasi bagi saya untuk membuat beberapa tulisan di Bulletin Hemodialisa di RS.KasihIbu Surakarta yang terbit setiap tiga bulan sekali dan bertahan selama satu tahun. Wajahnya yang moonface, kulitnya yang hitam karena hemosiderosis, tumbuh kembangnya yang kurang ideal antara tinggi badan, berat badan dan umurya ternyata tidak menyurutkan bocah ini untuk berprestasi karena dia berhasil lulus dari SD dengan nilai tertinggi dan diterima di SMP unggulan kota Sragen. Saya ingat raut wajahnya ketika blood line akan dipasangkan pada AV shunt di lengannya, wajahnya menyeringai kesakitan tapi tidak menangis. Jarang tersenyum dan senang membawa buku pelajaran di ‘bed’nya. Senyum lebar pertamanya adalah ketika saya memberikan ucapan selamat ulang tahun, merangkulnya ,dan mencium pipi tembemnya….barulah dia tersenyum lebar, mungkin tersipu malu ya… Sampai suatu saat bocah ini terkena infeksi Demam Berdarah hingga trombositnya hanya 6000 , sempat di rawat di Sragen dan dirujuk untuk perawatan di PICU namun tidak dapat tertolong. Tangisan dan raut wajah sang Ibu masih terbayang oleh saya hingga kini, wajah seorang Ibu yang penuh kesedihan namun juga penuh keikhlasan melepas anak yang begitu disayanginya dipanggil oleh Yang Maha Kekal Abadi. Sang Ibu memeluk saya dan berkata ‘Maafkan anak saya Dok, doakan semoga ia lebih bahagia bersama Sang Pencipta‘ . Saya bukanlah pribadi yang mudah menangis. Namun kali ini air mata tak kuat saya bendung hingga akhirnya menetes walau dengan memakai jas putih.
Rezeki gak kemana..
Selain itu saya beberapa kali dikejutkan dengan rezeki tak terduga yang datang dari pasien seperti makanan, syukuran ulang tahun, buah dari pasien juragan buah dan beras dari pasien juragan beras, hingga kami akhirnya sudah seperti keluarga. Ada juga diantara mereka yang berprofesi sebagai penjahit pakaian, pemilik toko aksesoris , handphone dan lain-lain sehingga transaksi saling menguntungkan bisa terjadi di antara kami.Tak kalah menarik adalah kesempatan untuk mengenal dan berinteraksi dengan seorang wanita usia 65 tahun yang memilih hidup sendiri dan gemar membaca buku novel berbahasa Perancis untuk menemani 4,5 jam waktunya dalam menjalani hemodialisa. Dan ternyata dia memang pernah tinggal dan bekerja di Paris dalam kurun waktu lebih dari 5 tahun. Beberapa kosa kata bahasa Perancis dapat saya kuasai karena berinteraksi rutin dengannya seperti‘ Mon numest dr.Mardha , je travaille le matin a l’unit hemodialise’ , ‘not bad’ bukan. Sambil menyelam minum air, sambil bertugas di unit HD mendapat ilmu Bahasa Prancis dan masih banyak lagi.
Life is A Blesssing
Berbagai kisah dan cerita menjadi refleksi perjalanan tugas saya mendampingi pasien ginjal kronis yang menjalani cuci darah di Unit Hemodialisa sampai saat ini . Hal ini membuat saya lebih mensyukuri sekecil apapun sekaligus selalu berusaha mengambil hikmah positif atas segala sesuatu yang terjadi pada diri kita. Ketika kita ditimpa penyakit, kita dilanda kesusahan, dilanda kesedihan saya berusaha untuk tetap bersyukur dengan membandingkan bahwa masalah yang kita hadapi tidaklah seberat dan sekompleks apa yang harus dijalani para pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Ketika ramai pasien membahas kasus Dul ( putra musisi Ahmad Dhani ) yang menabrak beberapa orang hingga meninggal dunia dalam sekejap, saya sampaikan kepada pasien bahwa kematian adalah hak prerogatif dari Tuhan. Mereka yang sudah menjalani cuci darah sampai 8 tahun saja masih diberikan kesempatan untuk menjalani hidup di usia senja sedangkan anak dan remaja usia muda bias mendadak meninggal karena ditabrak. Untuk itu tetaplah semangat dan bersyukur dalam menjalani hidup ini. Karena domain manusia adalah berusaha dan berdoa sedangkan takdir adalah milikNya. Sehingga pada tahun keenam ini pulalah saya terinspirasi untuk memiliki blog yang salah satu kategori tulisannya adalah mengenai pasien ginjal kronis dan hemodialisa di www.kesehatanpro.com dengan harapan bahwa tulisan pada blog ini bisa memberi manfaat bagi paramedis lain maupun masyarakat awam yang membacanya dengan quote Life is a Blessing no matter what it takes..dan saya yakin Anda pun akan setuju bahwa hidup dan menjalani hidup adalah suatu anugerah , apapun yang harus dilalui untuk menjalaninya atau bagaimanapun takdir dan nasib membawa kita, tetap hidup adalah anugerah tak terhingga.
Special memory for Miss D.A.F who just passed away yesterday, May Allah SWT be with you.
Very special support for ‘Kakung’ who still hospitalized, May Allah SWT give you strength and patience through all of this time.
selamat siang dokter,
mau bertanya, berdasar pengalaman dokter, untuk pasien dengan usia 68tahun, dan baru satu bulan ini menjalani hemodialisa, bisakah untuk sehat kembali seperti sedia kala ?
terimakasih dokter.
Hi Dony , selamat siang..
Bisakah untuk sehat kembali seperti sedia kala ditentukan oleh berbagai faktor, seperti latar belakang penyakit yang mengawalinya , apakah ada riwayat dengan Diabetes Melitus , Hipertensi, Batu ginjal, atau kista sebelumnya ? Selain itu juga ditentukan oleh pemeriksaan klinis, penunjang ( laboratorium fungsi ginjal seperti ureum, creatini dan laju filtrasi glomerulus) serta penegakkan diagnosis oleh Dokter apakah ini sifatnya akut atau kronis, karena akan berbeda penanganannya. Saya anjurkan agar Dony menanyakan ke Dokter yang merawat karena dialah yang paling mengetahui kondisinya secara persis. Semoga bermanfaat..