Bulan lalu saya mendapat kesempatan untuk hadir pada sebuah seminar nasional yang membahas deteksi dini dan pencegahan fraud dalam pelayanan kesehatan dalam era JKN-BPJS. Setelah sebelumnya saya sempat ‘underestimate’ bahwa ini akan menjadi sebuah undangan dengan pembahasan yang membosankan tak disangka sudah lebih dari 500 orang yang hadir dari kalangan akademis dan praktisi kesehatan serta mahasiswa dan saya mau tidak mau harus menempati kursi di barisan paling depan karena tidak ada tempat duduk lagi.
Melihat dari nama-nama pembicaranya saya langsung antusias mengingat bahwa Dr.Hanevi Djasri, Dr. Gemalla Hatta, Dr. Rano Indradi adalah narasumber dengan pengalaman dan latar belakang pendidikan yang tidak usah dipertanyakan lagi dan sudah menjadi rujukan dalam bidang ini. Pembahasan perkenalan mengenai Fraud dan bentuk-bentuk fraud serta pencegahan dan penindakannya dijabarkan secara jelas, padat dan gamblang oleh Dr.Hanevi, sedangkan Fraud vs Abuse dalam keterkaitannya dengan Coding dalam dunia Rekam Medis dan Manajemen Informasi Kesehatan dijelaskan secara cepat oleh Dr. Gemalla Hatta.
Setelah diskusi dan tanya jawab berakhir saya pulang dengan membawa kesadaran bahwa pihak Rumah Sakit memang tidak seharusnya melakukan fraud, namun dapatkan dicegah ?
Dilema yang dihadapi pelayanan kesehatan vs pencegahan fraud, disebabkan beberapa hal berikut :
- Beberapa tarif INA CBG belum memungkinkan praktisi klinis untuk memberikan pelayanan sesuai ‘Evidence Based Medicine’ sehingga kemungkinan bentuk Fraud seperti penurunan standart of care , fragmentation of care , unnecessary treatment masih bisa dan mungkin terjadi dalam pelayanan kesehatan.
- Beberapa Rumah Sakit dengan ‘mindset profit oriented ‘ yang ikut dalam program JKN-BPJS akan cenderung melakukan fraud baik disengaja atau tidak.
- Sistem perundang-undangan kita dalam penindakan fraud belum ada secara khusus dan spesifik. ( masih dalam proses pembahasan di Kemenkes , dll )
- Kemampuan atau profesionalisme Coder secara umum di Indonesia sesuai dengan data WHO dalam hal men’coding’ diagnosa dan tindakan berdasarkan ICD 10 dan ICD-9CM , scorenya masih dibawah nilai standar sehingga masih dimungkinkan terjadi fraud seperti ‘upcoding’ baik disengaja ataupun tidak.
- Beberapa institusi pelayanan kesehatan selama ini menerapkan sistem pembayaran ‘fee for service’ , sehingga penerapan sistem casemix dan pembayaran retrospektif memerlukan pemahaman dan adaptasi lebih lanjut.
Namun dibalik semua dilema diatas, JKN tetaplah suatu program yang harus kita dukung bersama namun tetap memerlukan banyak perbaikan, pengembangan dan evaluasi terus menerus. Dan ini menjadi kerja keras bersama dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan terutama pihak yang berhubungan langung dengan pelayanan kesehatan baik Dokter, Perawat, Coder, Perekam Medis, Manajemen dan Direksi RS. Selain itu perlu ditumbuhkembangkan kembali nilai-nilai spiritualitas , nasionalisme dan profesionalisme di kalangan pemberi pelayanan kesehatan baik praktisi maupun manajemen, sehingga fraud dapat dicegah dan kerugian negara juga dapat dicegah.
Solusi untuk mengurangi dan mencegah fraud menyikapi dilema yang disebutkan diatas :
- Rumah Sakit harus mulai mempelajari perhitungan ‘unit cost’ pelayanan kesehatan masing-masing diagnosis, sehingga tidak selalu berfikir bahwa dengan ikut dalam program JKN akan merugi.
- Pihak Kemenkes beserta Regulator lain segera membuat sistem dan pedoman pencegahan dan deteksi fraud pada pelayanan kesehatan dalam bentuk UU disertai sanksi.
- Menumbuhsuburkan kembali rasa cinta tanah air dan nasionalisme di kalangan para praktisi kesehatan.
- Menanamkan kembali etika-etika moral yang baik bagi penyelenggara, peserta dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan dalam JKN.
- Meningkatkan profesionalisme Coder secara umum di Indonesia melalui diklat atau ‘workshop’ yang diadakan oleh organisasi profesi nasional / internasional.
- Melakukan monitoring dan audit untuk Coding oleh pihak internal RS atau pihak independent untuk meningkatkan kualitas Coding dan Coder.
- Meningkatkan sosialisasi kepada saryankes mengenai penerapan sistem casemix serta up-date perubahannya.
Semoga bermanfaat…
Tinggalkan Balasan